ArsipWarga Yerisiam Selalu Diancam Brimob Sewaan PT Nabire Baru

Warga Yerisiam Selalu Diancam Brimob Sewaan PT Nabire Baru

Kamis 2015-01-29 13:25:15

NABIRE, SUARAPAPUA.com — Pasukan Brigade Mobil (Brimob) yang disewa PT Nabire Baru untuk mengamankan areal perkebunan kelapa sawit di Kampung Sima, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire, Papua, dilaporkan telah melakukan banyak kali tindak kekerasan terhahap warga setempat.

Masyarakat Suku Waoha bersama suku Sarakwari, Akaba dan Koroba yang ada dalam Suku Besar Yerisiam, sudah tidak aman tinggal di atas tanah leluhurnya. Sebab, sejak investor itu hadir, aparat keamanan sewaan beberapa kali menganiaya tokoh adat dan pemuda di sana.

 

Data lapangan menyebutkan, 50 orang personil Brimob ditugaskan PT Nabire Baru menjaga areal perkebunan kelapa sawit. Mereka diminta manajemen untuk menjaga aset perusahaan ini, tetapi selalu bertindak arogan dan diskriminatif.

 

Aparat tersebut sudah sering bikin ulah. Sasarannya, masyarakat Yerisiam yang suka protes dan tuntut hak ulayat. (Baca: Amankan Kebun Kelapa Sawit Milik PT Nabire Baru, Brimob Tangkap Dua Warga)

 

Seperti dialami salah stau pemilik ulayat, Imanuel Monei pada Kamis 7 Juli 2014. Sore itu, ia bermaksud menegur pihak perusahaan yang memilih mendatangkan satu kontraktor bangun barak karyawan.

 

Imanuel anggap itu sudah melanggar kesepakatan bersama. Karenanya, ia minta pekerjaan dihentikan, dan pembangunan mes atau barak dikerjakan pemilik ulayat, sesuai kesepakatan sebelumnya.

 

Permintaan itu tak diterima. Pihak perusahaan memanggil pasukan Brimob untuk “amankan” Imanuel Monei. Ia langsung ditodong dan diancam akan ditembak mati.

 

Beberapa bulan sebelumnya, warga kampung Sima, Otis Waropen juga ditangkap oleh pasukan penjaga perusahaan perkebunan kelapa sawit, Minggu (2/3/2014). Otis dituduh anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM).

 

Kepala Suku Besar Yerisiam, Pdt. Simon Petrus Hanebora mengatakan, beberapa kejadian itu menunjukan bukti adanya pelanggaran HAM yang menimpa warga setempat sejak satu perusahaan kelapa sawit dan dua perusahaan kayu hadir di sana.

 

“Pihak perusahaan sewa aparat untuk amankan perusahaannya. Warga kami di sana ditodong dengan senjata, bahkan dianiaya dan dicap sebagai kelompok OPM. Ini kami tidak terima dengan baik,” ungkapnya.

 

“Contohnya, dorang tangkap Otis Waropen dengan tuduhan OPM. Padahal, dia warga Sima, sehari-harinya sebagai petani. Dia punya seorang istri dan satu anak. Tuduhan sebagai OPM itu sangat tidak benar,” tegas Hanebora.

 

Waktu itu, Otis ditangkap dan digelandang ke Polres Nabire. Pria 35 tahun itu disangka dengan pasal separatis.

 

Anggota Brimob juga menodong seorang warga pemilik ulayat lokasi perkebunan kelapa sawit. Ia ditodong dengan senjata sambil mengancam akan menembak jika kembali menyampaikan harapan masyarakat setempat.

 

“Jangankan mau protes ke perusahaan, hanya lewat di areal perkebunan sawait saja ditangkap dan ditanya macam-macam. Padahal, warga kami lewat di situ untuk pergi berburu di hutan,” Hanebora menceritakan kenyataan yang menimpa warga di sana.

 

Kondisi inilah yang sedang menimpa masyarakat Suku Besar Yerisiam. Betapa tidak, semua kekayaan alam sedang dicuri investor, pemilik ulayat malah ditindas dengan berbagai tindakan tak manusiawi.

 

Kayu ditebang, hutan rusak, makluk hidup yang ada di dalam pun ikut mati. Belum lagi perusahaan sudah merambah kawasan keramat. Hutan lindung dibabat, dusun-dusun sagu dilindas dengan alat berat. (Baca: Perusahaan Kelapa Sawit Bikin Hancur Hutan Lindung di Nabire)

 

“Mulai sejak perusahaan itu hadir di tanah leluhur kami, sudah banyak dampak yang langsung dirasakan masyarakat Suku Besar Yerisiam,” kata Hanebora.

 

Investor masuk ke wilayah adat Suku Besar Yerisiam melalui beberapa orang setempat, hingga sejauh ini tanpa ijin resmi. Karena itu, kata dia, perusahaan harus ditutup dan angkat kaki dari Nabire. (Baca: Masyarakat Adat Suku Yerisiam Tuntut PT Nabire Baru Ditutup)

 

Apalagi, selama beberapa tahun ini pasukan pengaman di lokasi perkebunan sawit bikin warga resah. Sudah beberapa kali melakukan penganiayaan. Karena itu, Kapolda Papua diminta untuk tarik pasukan Brimob dari distrik Yaur.

 

“Kapolda Papua harus segera menarik kembali seluruh anggota Brimob yang selama ini jaga keamanan di lokasi perusahaan kelapa sawit,” ujarnya dengan tegas.

 

Tuntutan ini didukung Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Nabire, Ayub Kowoy.

 

“Nabire ini daerah aman, jadi tidak perlu ada anggota Brimob. Pasukan Pam di areal perkebunan sawit itu harus dipulangkan,” tegas Ayub.

 

Penugasan 4 peleton Brimob di Nabire, awalnya untuk kepentingan pengamanan Pemilu Legislatif dan Pilpres 2014. Tetapi mereka kemudian disebar ke lokasi PT Nabire Baru, juga dua perusahaan lain yang diduga kuat satu grup di Distrik Yaur yakni PT. Sariwana Adi Pratama dan PT Sariwana Unggul Mandiri.

 

Sejak hadirnya pasukan Brimob di lokasi perusahaan itu, sudah terjadi beberapa kasus penodongan, penganiayaan dan ancaman dengan alat negara.

 

Hingga kini sudah 10 kejadian sadis dialami warga setempat akibat ulah anggota Brimob yang ditugaskan PT. Nabire Baru sejak tahun 2013.

 

Beberapa hari lalu, perkebunan kelapa sawit yang terletak di KM 16 kampung Wami, dipalang warga. Tetapi, aktivitasnya masih dilanjutkan dibawah pengawalan ketat pasukan pengaman sewaan PT. Nabire Baru.

 

MARY

Terkini

Populer Minggu Ini:

Jurnalis Senior Ini Resmi Menjabat Komisaris PT KBI

0
Kendati sibuk dengan jabatan komisaris BUMN, dunia jurnalistik dan teater tak pernah benar-benar ia tinggalkan. Hingga kini, ia tetap berkontribusi sebagai penulis buku dan penulis artikel di berbagai platform media online.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.